Nail Salon
Kenapa Harga Manicure di Bali Ada yang 70 Ribu dan 300 Ribu?
Industry
Nail Art
Year
2025
Catatan Konsultan: Kenapa Harga Manicure di Bali Ada yang 70 Ribu dan 300 Ribu?
Halo, ini Kathleen.
Banyak yang tanya ke saya, "Kath, kenapa sih harga nail art di Bali bisa beda banget?"
Jujur, ini pertanyaan yang bikin saya gemes. Di satu sisi, ada salon yang pasang harga Rp 70.000. Di sisi lain, di tempat saya, Hanarei, harganya Rp 325.000. Jauh banget, kan?
"Apa bedanya? Cuma cat kuku, kan?"
Well, sebagai seseorang yang menghabiskan 5 tahun jadi Beauty Product Consultant di Amerika, saya bisa bilang: bedanya banyak. Dan bedanya itu seringkali "disembunyikan" dari Anda.
Hari ini saya mau "bongkar" sedikit ya. Ini 5 hal yang sebenarnya Anda bayar (atau tidak bayar) saat Anda manicure.
1. "Bersih" vs "STERIL". Ini Beda Jauh.
Ini red flag terbesar saya. Saya gak akan lupa. Saya pernah duduk di salah satu salon fancy di area Kuta, kursinya masih hangat dari klien sebelumnya, dan di meja... I-ih, saya lihat ada sisa potongan kutikula kering. Milik siapa itu?!
Di lain waktu, saya beneran pernah duduk dan tertusuk sisa nail extension runcing yang nyelip di bantalannya. It was awful.
Penyakit kuku itu nyata. Alat yang hanya dicuci dan dikeringkan? It's not enough. Itu gak membunuh semua spora jamur.
"Bersih" yang kelihatan mata itu gak sama dengan "Steril". Makanya di Hanarei, saya gak mau kompromi. Saya insist mensterilkan alat-alat yang kita gunakan dengan pencucian air panas, disinfektan dan UV sterilizer. Self-care itu harusnya bikin tenang, bukan bikin was-was, kan?
2. "Konsep Jepang" tapi Produknya... Lokal?
Saya love Japanese Gel. Standarnya beda. Tapi saya gemes banget sama yang ini.
Saya pernah (di Denpasar) nunjukin foto design glazed donut yang pearly dan flawless itu. Salonnya bilang, "Bisa, Kak." Apa yang saya dapat? Kuku yang 'berbedak' aneh, dan sama sekali gak chrome. Completely different.
Saya curiga dia gak punya powder krom yang benar, tapi nekat kerjain pakai apa yang ada. Itu gak jujur, namanya.
Gel premium asli Jepang (seperti KOKOIST atau Bella Forma) itu teksturnya lebih kental, pigmented, warnanya ada ribuan, dan yang pasti: jauh lebih tahan lama. Saya pribadi pernah pakai 6 minggu masih on point. Gel biasa? 10 hari udah chip di ujungnya.
3. Beda Tangan, Beda Hasil (Standar Presisi)
Ugh, ini. Frustrasi terbesar saya. Saya bayar mahal di salon hype di Seminyak, berharap dapat hasil top. Yang saya dapat? Kuku bergelombang, gel-nya gak rata.
Pas saya komplain halus, nailist-nya bilang kutikula saya yang 'susah'. Excuse me?
Belum lagi catnya kena kulit, panas banget pas dikeringin di lampu. Itu pengerjaan yang gak presisi. Nailist yang profesional itu dibayar untuk detail. Dia akan bersihin sisa gel sampai di bawah kuku (yang sering banget di-skip salon lain). Makanya di Hanarei, standar latihannya harus precise. Titik.
4. "Dosa" Industri: Jebakan "Add-On" di Kasir
Kita semua pernah di posisi ini. Selesai treatment, rasanya zen banget, jalan ke kasir... JDEGER.
Harga di menu Rp 150.000, tagihannya Rp 280.000.
"Oh, maaf Kak, tadi itu ada charge tambahan buat pearls-nya, beda harga." "Sama ini ada vitamin kutikula."
Wait, what? Vitamin yang saya gak minta? Ritual yang harusnya rileks, jadi tegang dan awkward pas mau bayar. Saya gak suka ini. Ini gak fair buat customer.
Makanya saya bikin janji Price-Before-Touch (PBT) di Hanarei. Harga yang Anda setujui di awal = harga final di kasir. Honest is the new luxury.
5. Mau Rileks Kok Malah Stres? (Soal Suasana)
Saya pernah coba salon private di Canggu. Harapannya tenang. Nope.
Nailist di sebelah saya nonton TikTok kenceng banget. Nailist saya sendiri? Gak berhenti tanya: "Kak, tinggal di mana?" "Kok belum nikah?" "Kerjanya apa?" Aduh. Saya ke salon mau me-time, mau quiet time, bukan mau diinterogasi.
Belum lagi kalau di mall, ribut, diliatin orang, hectic.
Self-care itu ritual. Tempatnya, baunya, musiknya, itu semua harus support ketenangan kita. Makanya Hanarei saya desain jadi sanctuary. Privat, cozy, musiknya calm, baunya enak. Teknisi kita pro: mereka menghormati personal space Anda. Mereka kerja dalam diam (kecuali Anda yang ajak ngobrol).
Jadi, "Mahal" itu Apa Sih?
Balik lagi ke pertanyaan awal.
Harga Rp 70.000 itu mungkin cuma bayar "kuku diwarnain". Tapi Anda (tanpa sadar) mengorbankan higienitas, kualitas produk, presisi, transparansi harga, dan (yang paling penting) ketenangan Anda.
Harga premium di Hanarei itu menurut saya investasi. Itu adalah jaminan saya pribadi untuk Anda: Sehat, Jujur, Presisi, dan Tenang.
Seperti yang selalu saya bilang, customer itu harus di-pamper (dimanja) habis-habisan, bukan cuma dicat.
Stay refined,
—Kathleen (Hanarei Founder)


